Dilahirkan di Medan, Chairil Anwar merupakan anak
tunggal. Ayahnya bernama Toeloes, mantan bupati Kabupaten Indragiri Riau, berasal dari Taeh Baruah, Limapuluh Kota, Sumatra Barat. Sedangkan ibunya
Saleha, berasal dari Situjuh,
Limapuluh Kota. Dia masih punya
pertalian keluarga dengan Sutan
Sjahrir, Perdana Menteri pertama Indonesia.
Chairil masuk sekolah Hollandsch-Inlandsche
School (HIS), sekolah dasar
untuk orang-orang pribumi waktu masa
penjajahan Belanda. Dia kemudian meneruskan pendidikannya di Meer Uitgebreid Lager Onderwijs (MULO), sekolah menengah pertama
Hindia Belanda, tetapi dia keluar sebelum lulus. Dia mulai untuk menulis
sebagai seorang remaja tetapi tak satupun puisi awalnya yang ditemukan.
Pada usia sembilan belas tahun, setelah perceraian orang-tuanya,
Chairil pindah dengan ibunya ke Jakarta di mana dia berkenalan dengan dunia sastra.
Meskipun pendidikannya tak selesai, Chairil menguasai bahasa Inggris, bahasa Belanda dan bahasa
Jerman, dan dia mengisi jam-jamnya dengan membaca karya-karya pengarang
internasional ternama, seperti:Rainer M. Rilke, W.H. Auden, Archibald MacLeish, H. Marsman, J. Slaurhoff dan Edgar
du Perron. Penulis-penulis ini sangat memengaruhi tulisannya dan secara tidak
langsung memengaruhi puisi tatanan kesusasteraan Indonesia.
Nama Chairil mulai terkenal dalam
dunia sastera setelah pemuatan tulisannya di "Majalah Nisan" pada
tahun 1942, pada saat itu dia
baru berusia dua puluh tahun. Hampir semua puisi-puisi yang dia tulis merujuk
pada kematian. Chairil ketika menjadi penyiar radio Jepang di Jakarta jatuh cinta
pada Sri Ayati tetapi hingga akhir hayatnya Chairil tidak memiliki keberanian
untuk mengungkapkannya. Puisi-puisinya
beredar di atas kertas murah selama masa
pendudukan Jepang di Indonesia
dan tidak diterbitkan hingga tahun 1945.
Semua tulisannya yang asli, modifikasi, atau yang diduga diciplak
dikompilasi dalam tiga buku : Deru Campur Debu (1949); Kerikil Tajam Yang Terampas dan
Yang Putus (1949); dan Tiga Menguak Takdir (1950, kumpulan puisi dengan Asrul Sani dan Rivai
Apin).
Vitalitas puitis
Chairil tidak pernah diimbangi kondisi fisiknya, yang bertambah lemah akibat
gaya hidupnya yang semrawut. Sebelum dia bisa menginjak usia dua puluh tujuh
tahun, dia sudah kena sejumlah penyakit. Chairil Anwar meninggal dalam usia
muda karena penyakit TBC. Dia dikuburkan di Taman Pemakaman Umum
Karet Bivak, Jakarta. Makamnya diziarahi oleh ribuan
pengagumnya dari zaman ke zaman. Hari meninggalnya juga selalu diperingati
sebagai Hari
Chairil Anwar.
pukul 15.15 WIB, 28 April 1949, Chairil meninggal dunia.
Ada beberapa versi tentang sakitnya. Tapi yang pasti, TBC kronis dan sipilis.
kini kita bisa menikmati syair syair yang melegenda dari chairil anwar, beberapa karyanya: Krawang-Bekasi, Aku, Diponegoro, DOA
patung dada Chairil Anwar di Jakarta
sumber www.wikipedia.com