Yang terkenang saat tangis mengisi selung pipi, terlihat
masa kecil yang penuh dengan kekacauan batin, saat api padam, air mengering,
angin terdiam dan matahari seakan redup dalam kehampaan.
Hanya untaian bunga layu menghiasi jalan setapak dengan alas
tanah merah menganga kering, isyaratkan akan kehausan akan semua hal tentang
kehidupan.. memang masa kecil adalah gambaran kita di masa depan, berikut
sekilas cerita kecil ini..
Semarang menjadi tempatku menitih asa kehidupan, entah
berapa banyak air mata, senyuman, canda, dan tawa yang aku alami di sini,
akupun menyadari hingga kini semua yang aku dapatkan, semua yang aku raih
berawal dari tangisan pertamaku. Lahir dengan ketidak sempurnaan membuatku
tegar dan ingin mempelajari hidup ini dengan hati bukan emosi. Bukan pula
ketidaksempurnaan fisik yang aku alami tapi ketidaksempurnaan batin akan
orang-orang yang memandangku sebelah mata. Terkenang saat-saat aku mulai
menapakkan kaki kebumi dengan seluruh raga menghempas pelan, sedikit demi
sedikit kaki ini melangkah, mengayun pelan, diiringi dengan senyuman keluarga
besarku.
Sobat pembaca semua, ada beberapa hal yang ditanamkan dalam
jiwa kanak – kanakku yang hingga saat ini selalu menjadi pegangan dalam
kehidupan ini..
“Semua orang memiliki
jalan hidupnya! Dan engkaupun demikian, tapi dengan apa kau meraihnya? Setetes
keringat bagai debu kehidupan yang hanya akan menodai perjuangan, jangan bangga
dengan itu!”
ini yang diucapkan seseorang yang entah aku tak tau siapa
dia saat aku berjalan pulang dimasa TK dulu, hingga saat ini kata-kata itu
membuatku mengerti akan arti perjuangan untuk menempuh kehidupan, dulu aku tak
paham apa maksud kata setetes keringat
bagai debu kehidupan yang akan menodai perjuangan, maklum masih terlalu
kecil saat itu untuk menafsirkan kata-kata tersebut. Aku baru mulai mengerti
saat SD mulai mengenal puisi, dari sana dapat aku pahami bahwa bila orang
berkata “Kita Harus Berjuang!” sebenarnya itu salah sobat, karna mengangkat
kerikilpun kita dapat mengatakan itu suatu bentuk perjuangan, tapi itu sia sia
karna tak akan berarti dan hanya menjadi hal biasa. Yang perlu kita lakukan
adalah melakukan sesuatu yang lebih, yang terpenting bukan dilebih lebihkan dan
ingatkah bahwa kita butuh ribuan keringat mengucur dan do’a untuk meraih mimpi
kita, dan yang sebenarnya harus kita ucapkan adalah “Kita Harus Berjuang Lebih
Keras!”.
Memang semua seakan tak berarti sobat tanpa do’a, mengarungi
dengan perjuangan, harapan dan do’a adalah hal yang menjadi patokan untuk
meraih mimpiku, keluargaku yang keras menanamkan jiwa pantang menyerah, sempat
aku alami kecelakaan hingga kaki kanan ini tak lagi bisa digunakan sebagaimana
mestinya, cukup lama beberapa bulan. Kejadian saat masa TK kecil itu tak
membuatku untuk libur dari sekolah, yang mungkin orang tua lain akan berfikir
biarkan aku duduk manis dirumah menikmati tontonan televisi menunggu kaki ini
sembuh, tetapi itu tidak terjadi. Hanya dengan 2 hari istirahat akupun harus
kembali melangkahkan kaki ke sekolah dengan tongkat di tangan kananku untuk
menopang berat badanku yang tergolong berat saat itu. Cukup lucu juga
membayangkan masa kecilku saat itu walaupun keras, penuh kenangan yang
menginspirasi hidup ini. Bahkan akupun sempat dimarahi oleh guru TK. Coba sobat
bayangkan saat anda ingin menuntut ilmu tapi dilarang hanya karna alasan “Kasihan
masih sakit”, ahh cueekkk! Aku sempat menangis saat itu, hingga akhirnya guruku
mempersilahkan aku masuk dan mengikuti pelajaran, walaupun sebenarnya hanya
bernyanyi dan menggambar.
“Nak urip iku yo
ngene iki, sak atose watu tetep ono lowonge.” – Kalau hidup ya memang seperti ini, sekeras-kerasnya batu pasti ada
selanya
Ini sobat yang membuatku tegar dan pantang menyerah, aku
yakin pasti akan menemukan “Sela” itu
kelak. Dan bagiku kehilangkan sedetik kesempatan untuk menuntut ilmu adalah hal
yang sangat merugikan, dan itupun aku jalani hingga saat ini.
Bosankah sobat pembaca? Hehe.. memang pengalaman hidup orang
lain menjadi membosankan disaat kita tak ikut berada didalamnya.. tapi jadikan
itu pelajaran hidup yang berharga.
Sejujurnya aku tak mengerti mengapa orang lain menganggap
tulisanku yang termuat di blog ini terkesan kritikus, bahkan teman banyak yang
menyebut “nih calon kritikus”, sejujurnya hanya ingin mengungkapkan apa yang
aku dan mereka rasakan sobat. Sosok ayahku yang menjadi panutan di bidang ini..
beliau menanamkan bahwa “perjuangkanlah
suara rakyat indonesia, kelak engkau akan menjadi orang yang besar dan ingatlah
dirimu sekarang dan jangan lupakan.” Kalimat yang hampir mirip dengan itu
selalu beliau ucapkan setiap kami melalui waktu dengan menyanyikan lagu-lagu
iwan fals, yang terkenang adalah lagu “yang terlupakan”, “Nak”, “Ibu”.. tiga
lagu pengiring masa kecil yang menurutku membuatku dapat meresapi setiap
lirik-lirik didalamnya, dan tak aku pungkiri bahwa lirik dari lagu iwan fals
merubah cara pandangku untuk melihat dunia dan menafsirkan keadaan.
Salam kenal buat pembaca dan sobat semua, semoga dapat
memberikan gambaran kehidupan..
Tak lupa alunan setiap malam yang menemani setiap malamku
dulu..
“ibadahmu, imanmu, takwamu,
ilmumu kuatkanlah, dan berdoalah untuk meraih mimpimu nak!”
Oia sobat, artikel ini saya buat salah satunya untuk kalian dan ikutan giveaway-nya Tjatatan Ketjil Emak Gaoel dari mak @windakrisnadefa untuk hadiahnya yang pertama persahabatan aja mak :) dan novelnya Endah Raharjo berjudul Senja Di Chao Phraya, atau pasang Banner blog ini di blog emak selamanya juga gapapa hehe