Saturday 6 October 2012

Penemuan Jamur Bercahaya Di Borneo


Ahli jamur asal Belanda menemukan dua spesies jamur yang mampu menghasilkan cahaya dalam ekspedisinya ke Borneo. Salah satu spesies jamur itu diduga spesies baru.
“Jamur ini menghasilkan cahaya langka tetapi eksis di belahan dunia tertentu. Fenomena ini disebut bioluminesens dan hanya bisa dilihat di daerah yang gelap di dalam hutan,” ungkap Luis Morgardo dari Leiden University, salah satu ilmuwan yang terlibat penemuan, dalam tulisannya di Naturalist Biodiversity Center, Selasa (25/9/2012).

Untuk menemukan spesies tersebut, Morgardo bekerja bersama ilmuwan lain, termasuk Jozsef Geml, asisten profesor di Leiden University, dan peneliti di Herbarium Nasional Belanda, yang menjadi pengawasnya. Mereka menjelajahi ekosistem di Gunung Kinabalu, wilayah Borneo di Malaysia. Ekspedisi untuk menemukan jamur ini harus dilakukan pada malam hari.
Spesies jamur bercahaya ditemukan di Bprneo. (Credit: Luis Morgardo)
Spesies jamur bercahaya ditemukan di Bprneo. (Credit: Luis Morgardo)

“Di siang hari, satu spesies mungkin dijumpai dan difoto tanpa tahu bahwa spesies itu termasuk bioluminesens. Hanya ekspedisi pada malam hari yang bisa mengungkap fenomena yang tersembunyi di siang hari ini,” papar Morgardo.
Morgardo menambahkan bahwa untuk menemukan spesies eksotik, ekspedisi malam hari memang harus dilakukan. Jika hanya menuruti kebiasaan, pergi pagi dan pulang sebelum matahari tenggelam, Morgardo mengatakan, “Anda berisiko untuk melewatkan penemuan berharga.”
Menurut Morgardo, bioluminesens pada jamur merupakan hasil dari proses oksidasi dan belum didokumentasikan dengan baik. Bioluminesens merupakan strategi jamur untuk menarik serangga sehingga dapat menyebarkan sporanya. Di hutan hujan tropis yang minim angin untuk menyebarkan spora, serangga sangat berharga.
Selain menemukan jamur bercahaya ini, tim peneliti asal Belanda yang juga disertai peneliti Malaysia pun mengoleksi 3.500 sampel DNA dari 1.400 spesies tumbuhan, hewan, dan jamur. Dari analisis sampel, terungkap setidaknya 160 spesies yang belum dikenal.
Diberitakan Livescience, Kamis (4/10/2012), peneliti lain yang ikut serta dalam ekspedisi, Hans Feijen, menemukan lalat yang matanya memiliki semacam tangkai untuk menarik betina. Lalat itu dinyatakan bisa hidup hingga 1,5 tahun, usia yang sangat panjang bagi golongan serangga.
Rachel Schwallier, peneliti lain, juga menemukan kantong semar jenis Nepenthes lowii di tempat yang belum didokumentasikan sebagai habitat spesies itu. Seluruh penemuan baru akan dipublikasikan tahun depan.
Sumber : Naturalist Biodiversity Center, Livescience
Artikel merupakan tulisan ulang dari materi yang ditulis oleh Yunanto Wiji Utomo di Kompas (Jumat, 5 Oktober 2012 | 09:26 WIB). perpustakaan.or.id

Baca Juga Yang Ini Sob:

Artikel Terkait

Komentar Facebook
0 Komentar Blogger

0 comments: