Pitat
Haeng, sebuah nama yang mungkin asing ditelinga kita. Tapi tahukah anda, nama
ini adalah nama samaran yang digunakan Iwan Fals. Nama ini dipakainya ketika
menciptakan lagu yang cukup terkenal di era 90-an berjudul ‘Pak Tua’ untuk
Elpamas sebuah grup band, dan pernah digunakan ketika membantu album ‘Bukan
Debu Jalanan’ (1991) milik Sawung Jabo.
“Pitat Haeng itu bahasa slengnya (prokem) Jogja untuk Iwan Fals. Pitat itu Iwan, Haeng itu Fals. Dia pake nama itu karena nggak mau orang lain membeli album saya karena ada namanya. Dia punya pikiran yang baek”, kata Jabo. Iwan Fals suka membuat karya untuk orang lain dengan nama samaran. Dan kemungkinan masih ada beberapa nama yang belum pernah diketahui.
Dengan bahasa prokem ala Jogja itulah Iwan Fals mengubah namanya menjadi Pitat Haeng, dengan maksud agar lagu yang ia ciptakan untuk orang /grup musik lain laku bukan karena ketenaran namanya, melainkan karena ketenarang mereka sendiri. Inilah salah satu yang perlu kita contoh dari sosok Iwan Fals.
“Pitat Haeng itu bahasa slengnya (prokem) Jogja untuk Iwan Fals. Pitat itu Iwan, Haeng itu Fals. Dia pake nama itu karena nggak mau orang lain membeli album saya karena ada namanya. Dia punya pikiran yang baek”, kata Jabo. Iwan Fals suka membuat karya untuk orang lain dengan nama samaran. Dan kemungkinan masih ada beberapa nama yang belum pernah diketahui.
Dengan bahasa prokem ala Jogja itulah Iwan Fals mengubah namanya menjadi Pitat Haeng, dengan maksud agar lagu yang ia ciptakan untuk orang /grup musik lain laku bukan karena ketenaran namanya, melainkan karena ketenarang mereka sendiri. Inilah salah satu yang perlu kita contoh dari sosok Iwan Fals.
Kata prokem sendiri merupakan bahasa pergaulan dari preman. Bahasa ini awalnya digunakan oleh kalangan preman untuk berkomunikasi satu sama lain secara rahasia. Agar kalimat mereka tidak diketahui oleh kebanyakan orang, mereka merancang kata-kata baru dengan cara antara lain mengganti kata ke lawan kata, mencari kata sepadan, menentukan angka-angka, penggantian fonem, distribusi fonem, penambahan awalan, sisipan, atau akhiran. Masing-masing komunitas (daerah) memiliki rumusan sendiri-sendiri. Pada dasarnya bahasa ini untuk memberkan kode kepada lawan bicara (kalangan militer dan kepolisian juga menggunakan).
Contoh yang sangat mudah dikenali adalah dagadu yang artinya matamu. Perubahan kata ini menggunakan rumusan penggantian fonem, dimana huruf M diganti dengan huruf D, sedangkan huruf T diubah menjadi G. Sementara huruf vokal sama sekali tidak mengalami perubahan. Rumusan ini didasarkan pada susunan huruf pada aksara jawa yang dibalik dengan melompati satu baris untuk masing-masing huruf. Bahasa ini dapat kita jumpai di daerah Yogyakarta dan sekitarnya.
Sumber : wikipedia
dwistroi.blogspot.com